sampai-sampai sesuatu yang tadinya itu adalah hal penting harus terlupakan begitu saja tanpa alasan pasti karena melihat gadis lucu ini lewat di depan matanya. namun sikap baik yang dapat kita ambil dari gadis dalam cerpen cinta ini adalah ia tidak pernah mengeluarkan amarahnya. karena memang wanita ini di bekali dengan jiwa yang amat tenang. sehingga emosinya bisa terkontrol dengan sangat baik.
Oke sobat sedikit saja deskripsi dari cerpen ini, langsung saja kita lanjut pada pokok dari postingan ini, yaitu Crepen Cinta Kalau Jodoh Gak Akan Kemana-man. berikut adalah cerpenya selamat menikmati.
Tema : Terima Dirimu Apa Adanya
Pengarang : Jejak Aksara (Nur Chafshoh)
Kalau Jodoh Ga ke mana-mana
Tertawa lepas, aku memecah keheningan malam. Bangku yang sudah tua, menjadi tumpuhan tubuh ini, aku hanya menikmati segelas kopi yang disuguhkan Riana, bersama dinginnya malam. Terpaku, menatap rembulan yang indah, membuatku tak bisa untuk melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, padahal ini telah melawati pertengahan malam, tak baik jika tubuh ini diterpa angin malam. Aku terlalu asyik dengan lamunan masa silam, aku memangku keceriaan sendirian, sedangkan istriku lagi membuatkan sesuatu untukku di dapur.
“ Mas, ayo masuk rumah, jangan di luar, dingin.” Sergap istriku, mengagetkanku dari belakang.
“ Ah, adik ini mengagetkanku saja, bentar-bentar, 5 menit lagi, aku masih menatap dirimu nih, tuh di atas langit, indahkan,” jawabku sambil menunjuk rembulan.
“ Eh, masak aku disamakan dengan rembulan sayang.”
“ Loh, rembulan itu sosweet lo sayang, dia kan suka menemani orang yang lagi kesepian,”
“ Oh gitu, berarti kamu kesepian dong, ah mas nih ada aku di sini kok.”
Aku hanya diam, tiba-tiba Riana meninggalkanku. Ia sudah mulai lapar, dan ingin mengambil sesuatu di dalam rumah. Riana adalah wanita yang tidak akan ketinggalan mengemil di tengah malam, hal ini mengakibatkan perutnya buncit, begitu pula badannya. Seluruh badannya membuat lekukan, hingga bulat seperti bola pimpong, ah diriku terlalu lebay menggambarkan istriku yang paling kusayang. Meskipun ia adalah sosok yang terkadang menjengkelkan, tapi hanya ia yang mampu membuatku tersenyum kembali di saat lagi galau, melihat tubuhnya saja aku sudah ingin tertawa.
Ada cerita lucu tentang perkenalanku dengannya, waktu itu aku sedang menikam orang dengan kata-kata pedas. Riana masih belum kukenal, aku lagi naik darah, seseorang yang sedang berhadapan denganku adalah wanita berjilbab, ia teman Riana dan juga sebagai temanku. Riana merupakan teman semasa SMA, sedangkan aku kenal wanita ini sejak kuliah. Sebut saja Dewi, aku sedang marah besar, karena ia telah merusakkan HP (Handpone) ku. Di tengah-tengah keributan mulutku mengoceh dan tanpa jedah, ternyata tiba-tiba saja Riana datang.
Badannya yang begitu gemuk membuat Riana begitu pelan melangkahkan kakinya, tanpa kusadari, aku tertawa. Riana tidak tersinggung sama sekali, ia hanya menyunggingkan bibirnya, Sedikit senyum. Akupun menghentikan ocehanku, Riana tertawa.
“ Kenapa kamu diam, hai laki-laki ?”
“ Ga apa-apa, lucu saja.”
“ Apa ? lucu katamu ? kamu kan sedang marah-marah.”
“ Ah ga jadi, kamu datang sih, lupakan HP itu, aku masih punya HP lama.”
Riana tercengang mendengar pernyataan diriku yang tiba-tiba saja menjadi baik. Aku hanya bisa mengamati kegemukannya, dan membuatku geli. Entah apa yang dimakan anak ini, hingga dirinya terlihat seperti bola, baru kali ini aku melihat wanita segemuk ini. Rasanya ingin makan saja, habis dia kayak pentol juga sih.
Dewi tidak mengganggu keributan kami, ia kabur, meninggalkan kami berdua. Entah apa yang sedang dipikirkan Dewi, tampaknya ia tidak ingin bertanggungjawab terhadap HPku itu, tapi Riana benar-benar telah berhasil mengalihkan isu, aku sudah tidak lagi terpikir HP yang kumiliki, sepertinya aku telah rela kehilangan HP baruku, hanya gara-gara berbincang-bincang dengan Riana.
Kami berdua berkenalan, sepertinya kalau sudah jodoh, meskipun sejelek apapun jodoh kita, nanti akan merasakan kenyamanan. Sungguh, mulanya aku risih dengan Riana, karena ia begitu gemuk dengan catatan-catatan buruk kebiasaannya, suka ngemil. Tapi tetap saja aku masih dibuatnya tertawa karena melihat Riana berjalan. Di hari ke 100, aku melamarnya, entah, mungkin itu sudah menjadi suratan takdir di antara aku dan dia, sebenarnya aku tidak menghitungnya, Rianalah yang menunjukkan kalender yang dicoret-coretnya pada waktu aku melamar ke rumah Riana.
Kami naik ke panggung pernikahan, masih saja Riana gemuk, tapi itu memang cirikhasnya, aku melamarnya juga kerena melihat sosok wanita yang tidak pernah marah, dan menerima keadaan dirinya. Kakinya yang berjalan pelan dari dalam rumah, kupandangi dengan seksama, dengan gaun pengantin yang begitu indah, wajahnya pucat karena bedak pengantin, aku hanya tersenyum karena melihat kecantikannya.
“ Eh, kan kamu senyum-senyum sendiri lagi.” Kata Riana kembali mengagetkanku dari belakang.
“ Loh akhirnya kamu datang juga sayang, padahal aku sedang asyik memikirkanmu, aku teringat waktu kita masih jadi pengantin dulu, ternyata pengantinnya datang beneran.”
“ Wah-wah, kamu pasti mau meledekku.”
“ Ga kok sayang, aku kan tersenyum tadi.”
“ Oh, ya sudah kalau begitu, aku masuk ke dalam lagi ya sayang.”
Riana meninggalkanku dan meninggalkan jajanan di pangkuanku, ia tidak keluar lagi. Sedangkan aku masih saja berlanjut dengan gulatan rembulan yang menakjubkan, bulat, bahkan karena rembulan jugalah aku ingat akan Riana. Sama-sama bulatnya. Tiba-tiba saja hatiku tergerak untuk masuk ke dalam rumah, dengan tidak meninggalkan senyum di bibirku.