YANG TERBAIK
Tema : Pilihan
Pengarang : Rahmi amanda sakinah
Itu dia.
Laki-laki yang paling tampan menurutku. Mahakarya Tuhan yang hampir sempurna. Ya, hampir sempurna dan bukan sempurna. Karena kesempurnaan hanya milik Tuhan, sang pencipta alam. Allah swt.
Hembusan angin di taman kampusku menerbangkan kain hijab yang melekat di kepalaku. Kubenahi letak benda tipis yang menutup auratku dari pandangan-pandangan nakal. Setelah itu aku kembali menekuni kegiatan ku tadi. Memandangi laki-laki itu. Reza namanya. Dia orang yang santun dan baik. Lembut dalam bertutur dan perbuatan. Dia sempat mengisih hatiku dan aku pernah ada dalam hatinya. Hanya saja kami tidak dapat bersama. Karena kami berbeda. Takdir memang sedikit kejam.
Reza tertawa lepas bercanda bersama teman-teman mainnya. Jarakku dan gerombolan laki-laki itu lumayan jauh. Mereka berada di ujung taman kampus. Tapi aura Reza terasa begitu dekat, dapatku rasakan hingga ke relung hatiku terdalam.
Kutatap dalam wajah tampan yang terpahat sempurna itu dari kejauhan. Entahlah, setiap menatap wajah itu membuat kembali pada masa lalu. Pada kenangan itu.
#Flashback
Aku dan Reza duduk berdua di kantin kampus kami. Hanya ada sebuah meja putih besi yang menjadi perantara antara aku dan dia. Sebenarnya kami tidak benar-benar berdua, banyak mahasiswa dan mahasiswi lain di sini. Mereka sibuk mengisih perut mereka.
Aku mengenal Reza sejak SMA. Hanya saja tidak seakrab sekarang. Dia sosok yang baik. Dan sejak masuk universitas kami akrab karena ada di club yang sama. Club tenis.
"Dira sejak SMA aku nggak pernah liat kamu dekat sama yang namanya laki-laki" Reza berujar di antara keheningan kami.
Aku tersenyum tipis mendengar ucapnya. Memang selama bernafas aku belum pernah sama sekali menjalin hubungan, aku lebih nyaman menikmati kesendirianku. Jodoh tidak akan lari kemanapun. "Aku hanya mencoba membuat diriku berharga. Aku tidak ingin menjadi bekas, karena sudah menjadi mantan seseorang"
"Hei jangan begitu. Menikmati masa muda tidak ada salahnya bukan? Tidak ada salahnya kau pacaran"
"Dan masa muda tidak selalu soal pacaran. Ada banyak cara menikmati masa muda, dengan kau banyak tertawa bersama sahabatmu dimasa muda itu juga nikmat namanya. " kataku selembut mungkin agar Reza tak tersinggung. Aku tidak setuju dengan pendapatnya.
"Ya baiklah ibu guru aku menyerah. Kamu ahlinya dalam berdebat, dan aku ini apalah? " Reza mengangkat kedua tangannya di udara dan memasang tampang idiotnya. Ia menirukan gaya orang menyerah.
Aku tertawa ringan melihat gayanya itu. Dia benar-benar jenis manusia abnormal. "Hei tunggu dulu" aku menghentikan tawaku. "Dari mana kau tau aku nggak pernah dekat dengan siapapun? Seingatku kita bukan teman satu kelas dan semasa SMA kita juga tidak seakrab itu. Kau memperhatikanku ya?" Godaku pada Reza. Disaat-saat tertentu sifat jailku muncul dengan sendirinya.
Kulihat kini ia tersenyum penuh arti."Ya. Aku memang memperhatikanmu sejak lama" kata Reza yakin. Sorot matanya tiba-tiba penuh keseriusan. Aku menegang mendengar pengakuannya. Ini terlalu mengejutkan. Memperhatikanku sejak lama? Lelucuan yang bagus.
"Dan sayangnya ini bukan lelucon" ucap Reza seolah mampu membaca pikiranku.
"Aku menyukaimu sejak lama. Menyukaimu dengan tulus" Reza meraih tanganku yang tergeletak pasrah di meja putih kantin itu. Menggenggamnya lembut.Ya Tuhan apalagi ini? In bukan yang pertama kali seseorang mengatakan hal ini padaku. Hanya saja yang mengungkapkan perasaannya padaku sekarang adalah Reza. Laki-laki yang diam-diam kusukai dan kukagumi. Haruskah aku menolak dia juga?
"Maaf kita bukan mukhrim" aku dengan cepat menarik tanganku kembali, saat keterkejutanku sudah dapatku atasi.
Reza mendengus kecewa saat genggaman kami terlepas. "Maaf" kata Reza menyesal. "Tapi Dira aku serius akan ucapanku tadi. Aku mau kita lebih dari teman. Aku bersungguh-sungguh. Demi Tuhan Dira."
Aku tersenyum tulus, saat ini hati dan fikiranku sedang tidak sejalan. Aku memang menyukai Reza, tapi kami tidak mungkin bersama. Aku dan dia berada di tepi jalan yang berseberangan.
"Terima kasih untuk rasa sukamu padaku, jujur aku tersanjung dan lebih jujur lagi aku juga mempunyai rasa itu untukmu." Reza tersenyum bahagia mendengar perkataanku. "Hanya saja kita nggak mungkin bersama. Kita berbeda Reza" aku memandang kalung salib yang menggantung di lehernya dan ku perbaiki letak hijabku.
"Aku mencintai keyakinanku dan aku tau kamu juga begitu. Kita tidak mungkin melepaskan apa yang menjadi pegangan hidup kita sejak tarikan nafas pertama lahir dimuka bumi ini" Aku memandang dalam mata Reza saat mengatakan itu. Sorot mata itu terlihat sayu.
Reza menggangguk paham "ya kau benar. Kita tidak akan sejalan. Tidak ada solusi untuk masalah ini. Walaupun begitu setidaknya kita tetap akan berteman setelah inikan?"
"Aku rasa keyakinan manapun tidak akan melarang hal itu. Teman" ucapku ringan. Kami memang saling menyukai tapi sepertinya takdir tidak berpihak pada kami. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Insya Allah aku ikhlas.
#Flashback off.
Wuuuus........!
Angin berhembus menerpa wajahku, membuatku tersadar dari lamunan.
Aku tersenyum tulus saat pandanganku beradu dengan Reza. Ia mungkin menangkap basahku yang memperhatikannya sedari tadi. Tak apalah.
Aku berdiri dari dudukku dan mulai melangkah meninggalkan taman kampus. Tuhan, aku menantikan kekasih hati yang kau kirimkan untukku. Laki-laki yang mampu menjaga, mencintai dan menuntunku menuju surga-Mu.
TAMAT