Wajar hal itu terjadi karena memang dalam pembuatan cerpen bukan hal yang mudah jika ia belum pernah melakukan hal itu. Nah namun jika ia mau mencoba untuk menceritkan sebuah kisah itu secara natural saja mungkin kisah itu akan membuat kita sebagai pembaca semakin terkesan. Karena memang jika di tuliskan secara natural tidak akan ada kesan kisah itu seperti di buat-buat. Sobat banyak hal yang bisa kita dapatkan dari sebuah kisah nyata inspiratif ini.
Bisa membangkitkan sebuah sebuah keyakinan yang mungkin sempat tumbang, bisa membangkitkan sebuah semangat dll. Oleh karena itu kisah-kisah inspiratif menurut saya sangat cocok untuk di konsumsi oleh para kaum muda dan anak-anak. Agara mereka punya angan-angan menjadi seperti orang yang menjadi tokoh inspiratif ini. Kisah inspiratif apa yang yang cocok untuk anak. Mungkin kisah para para rasul, kisah para tokoh-tokoh sukses di tanah air.
Oke sobat saya rasa saat ini sudah harus masuk pada sesi inti pada postingan kali ini yaitu postingan mengenai sebuah kisah inspiratif yang bisa kita jadikan contoh. Langsung saja sobat gak usah banyak basa-basi, Berikut adalah sebuah kisah inspiratif yang sudah saya janjikan tadi. Semoga sobat terhibur dan terinspirasi dari sebuah kisah inspiratif yang pendek ini. Berikut adalah Kisah Inspiratif itu.
TERBALASKAN
Oleh : Magenta dan Minami Megumi
Suara merdu adzan telah membaur dengan dinginnya pagi. Menyadarkanku dari tidur lelap. Segera ku berlari menuju kamar mandi usang. Ditengah lariku, ku lihat bapak duduk bersandar pada gubuk reyot tak layak huni. Dengan gigihnya,
dia menempelkan gabus pada sendal usang itu, menjadikan paku sebagai penyematnya.
Sendal itu telah putus berkali-kali. Tapi mau bagaimana lagi. Hanya itu yang dimiliki.
Ketika mentari telah terbit, bapak pergi ke ladang. Mempertaruhkan nyawa, demi nafkah. Ia berjuang disana.
Masihkah aku tergerus ego? Berleha-leha di rumah sementara bapak banting tulang di ladang. Lihatlah wajahnya menua lebih cepat. Kerutan di wajah menandakan jika dia pejuang keras. Kulitnya melegam. Umur 40 tahun, tapi sudah seperti 65 tahun.
Merangkak-rangkak memeras keringat. Tak peduli si raja siang menyalak-nyalak. Menghunus ubun-ubun. Meski terbungkus caping, tapi tengoklah tengahnya berlubang. Rapuh sudah bambu-bambu yang dia kenakan sebagai tudung kepala itu. Tak kuat diterpa sengat mentari.
Langkah kaki kecilku menyusuri pematang sawah. Membawa bekal untuk makan beliau.
"Pak, ini bekalnya." Ku sodorkan rantang titipan emak.
"Terimakasih le." Ujarnya. Ku tatap tangan-tangan ringkih beliau yang sedari tadi menyabuti rumput-rumput liar itu, beralih mengambil rantang dariku.
"Aku bantu ya pak," Pintaku segera mengambil alih clurit beliau.
"sudaaah, jangan!" Tentang beliau. Membuka rantang.
"Lalu apa yang bisa ku lakukan untuk bapak?" bapak terdiam sejenak. Beliau menghela napas.
"Hanya 1. Kau harus fokus sekolah. Jangan seperti bapak. Tak malukah engkau le, jika suatu saat tak mampu hidupi keluargamu?" Bapak menatap ke awan biru, bermaksud mengasihani hidupnya.
"Bapak dulu terlena, dan mati akan kebodohan sendiri. Sekarang hanya kau dan emak yang bapak miliki." Ujar bapak ditengah-tengah mengunyah. Hening. Kami sama-sama diam termenung dalam pikiran sendiri. Ku tatap tubuh renta yang berenergi besar. Ingin saja aku meraung. Hempaskan segala kegelisahan dalam dada. Tapi ku tahan, karna aku tak mau terlihat lemah dimatanya.
Hal yang mengejutkan bagiku. Tahukah? Aku menang event menulis. Event kecil yang diadakan di sekolah sebagai peringatan bulan bahasa. Hadiahnya memang tak seberapa. Hanya Rp 300.000,- tapi cukuplah untuk menopang hidup kami barang sebulan. Sepulang sekolah, segera kakiku meluncur ke toko engkong Ahong. Ku belanjakan disana sembako untuk emak. Sudah ku hitung dan ku atur-atur. Uangku, hanya sisa Rp 5000,-. Alhamdulillah.... Masih cukuplah untuk belikan ayah sendal.
"Kong, sendalnya kong!" Pintaku dengan mata berbinar-binar. Ayah pasti senang. Seruku dalam hati.
Kebahagiaan dihati tak terus meluap. Senyum tak henti-hentinya terpancar dari bibir mungilku. Menjinjing sekantong kresek penuh kebanggaan. Tapi, saat di persimpangan jalan, mataku menangkap sesosok tubuh ringkih tak beralas kaki. Bajunya compang-camping tak terurus. Sangat lusuh. Dan lebih-lebih, kakinya bengkak melepuh. Mungkin karna terkena panas aspal. Prihatin? Tentu!
Hatiku gaduh berkata aku harus menolongnya. Tapi bagaimana dengan bapak?
Tidak! Nenek-nenek tua ini lebih membutuhkan dibanding bapak. Kakinya melepuh, kulitnya memerah dan sebagian terkelupas. Sangat mengenaskan.
Nuraniku terketuk. Mungkin ini bukan rejeki bapak. Ku berikan sendal yang barusan ku beli. Gagal! Pupus sudah harapanku membuat bapak tersenyum hari ini. Tak mengapalah... Wanita itu jauh lebih membutuhkan. Meski sedikit berat, ku langkahkan kaki pulang.
Dilain tempat............
"Ini buat bapak!" Ujar Pak Haji Mahmud, si pemilik ladang yang diurus bapak. Ia memberi sendal baru, yang jauh lebih bagus dari yang dibeli tadi.
Terbalaskan sudah!
Jangan pernah takut berbuat kebaikan. Karna Tuhan tak pernah menutup mata. Semua perbuatan, pastilah ada balasan.
TAMAT