Cerpen Drama Terbaru Yang Berjudul The Lost One’s Weeping

Cerpen Drama | Cerpen atau pun komik memang menjadi salah satu pilihan banyak orang untuk menghibur diri. Baik cerpen dengan tokoh lucu maupun cerpen yang di situ terkai drama di dalamnya. Drama yang biasanya anda saksikan dalam dunia televisi kini para penulis muda sudah mulai mengembangkan sebuah drama menjadi sebuah cerpen. Yang mana cerpen itu sudah bisa mewakili semua karakter yang ada dalam tokoh seperti layaknya sebuah film. Sehingga sebagai pembaca kita akan bisa merasakan emosi yang ada dalam sebuah cerpen itu.

Oke sobat langsung saja, dari pada banyak ngomong saya akan share cerpen saya tadi. selamat menikmati ya... ! :D

Cerpen Drama Terbaru Yang Berjudul The Lost One’s Weeping


The Lost One’s Weeping

Oleh: Whilly Kun
Tema: Solitude-Lonely

“-Uhh” Lengguh pelan seorang pemuda dari tidurnya.
Perlahan dia membuka kedua matanya. Spontan tangannya mengahalau sinar matahari yang menembus masuk seolah menyorot kewajahnya.

Tanpa berkata sepatah kata pun dia bergegas bangundari tidurnya. Duduk dipinggiran kasur tempatnya tidur, seperti biasa, kamarnya berantakan dengan kertas-kertas gambarnya.‘Sreekkk’ Kakinya menginjak kertas-kertas yang berserakan.

“. . .” Tidak sedikitpun rasa perduli akan hal itu, dia bangkit berdiri dan keluar dari kamarnya. Menarik secara keras handuk dan bergegas masuk kekamar mandi.

Tidak lama setelah selesai mandi dan memakai seragam, dia bergegas melangkah menuju pintu. Belum tangannya membuka gagang pintu, tampak pintu terbuka dari luar.

”Sudah mau berangkat?” Tanya seorang wanita sedikit lebih tua darinya.
“Hmm.. Seperti yang kamu lihat.” Jawabnya dingin kepada wanita itu.

“Teru.. Sepulang sekolah tolong mampir ke warungnya Andre ya? Mintakan uang hanyak kakak titip makanan kemarin.” ucap wanita itu kepada Teru.

“..Kalau aku pulang hari ini” Jawab Teru tanpa menoleh atau berhenti sedikit pun, sembari terus melanjutkan langkahnya. Wanita yang ternyata kakaknya itu tampaknya sudah mengerti benar dengan sifat adiknya.

‘Untuk apa sebenarnya manusia diciptakan? Hanya sebagai penghuni bumi? Atau memang ada tujuan lainnya yang harus manusia gapai? Untuk menjadi baik? Baik kepada orang lain sedangkan kepada dirinya sendiri menyiksa? Apa itu baik? Berhentilah berfikir munafik kalau orang lain lebih membutuhkan kebaikanmu. .’ Gumam Teru tampak kesal.

‘Jalan-jalan selalu dipenuhi oleh orang-orang yang memikirkan diri mereka.. Bukankah itu hal yang wajar? Sepertinya begitu.”
Langkah Teru tiiba-tiba terhenti.
‘Buuukkk.. Bruaakkk.. Jduuaakkk...’
“Haahahaha..” Terdengar tawa seorang laki-laki tepat disebelah kirinya.
“Mampus loe!” Teriak lelaki tersebut sembari menarik rambut seorang pria lainnya dengan muka penuh memar dan berlumur darah. Dilepaskan genggamannya seraya membuat lawannya jatuh tidak berdaya.

“Cuuhhh...” Dengan raut muka kesal pria bringas itu meludahi muka tak berdaya pria dihadapannya. Sebagai salam perpisahan pria bengis itu menendang keras sekali lagi ke muka si pria tak berdaya. “Dasar sampah!” Umpatnya sembari melangkah menjauh.
Seperti tidak terjadi apapun Teru melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti beberapa saat. Pikirnya sudah tidak heran hal seperti itu terjadi.

“Dia bukan manusia..” Gumamnya pelan.
Sampailah Teru disekolahnya. Suasananya sudah sangat ramai, dengan langkan yang sedikit dipercepat dia memasuki gerbang sekolah seperti biasanya.

Hal yang seharusnya aneh pun dianggapnya normal saja, Teru hanya berjalan santai seperti biasanya, karena tidak ada seorang pun yang menyapanya.
‘Apa mereka semua manusia?’ ‘Atau mungkin aku yang bukan manusia?’ pikirnya bertanya-tanya dalam hati.

Langkah demi langkah mengantarnya kesebuah ruangan diujung lantai 3. Bukan sebuah kelas, melainkan ruang klub melukis. Tertulis jelas di sebuah papan tipis yang tergantung diatas pintu ruangan tersebut.

Teru mengambil sebuah kunci dari saku celananya, dan membuka pintu ruangan tersebut.
Sepertinya lantai 3 hanya digunakan sebagai ruangan ekstrakulikuler, karena lorong lantai ini sangat sepi.

”Hallo Vin..” Ucapnya entah kepada siapa dihadapannya.

Ternyata sebuah manekin yang tampak masih mulus terduduk diatas salah satu meja didalam ruangan tersebut. Teru melangkah menuju kursi yang berada disebrang tempat manekin itu diletakkan. Dengan menginjak sebuah kursi Teru naik keatas meja yang menghadap kearah manekin itu. Teru duduk sila diatas meja dan membuka tas yang sedari tadi dia panggul. Mengeluarkan sebuah kertas yang terjepit diatas alas hitamnya, dan sebuah pulpen hitam yang tampak baru.

“Kamu tau Vin, tadi diperjalananku berangkat kesekolah, aku melihat seorang pria besar menghajar pria yang lebih kecil darinya.. Kira kira apa ya yang mereka pikirkan?” katanya kepada manekin yang terduduk dihadapannya. Sembari mulai menggores-goreskan penanya ke kertas yang dia pegang.
“Aku masih penasaran untuk apa sebenarnya manusia saling menyakiti?

Banyak yang bilang kalau manusia itu makhluk sosial kan? Apakah bersosial itu menyakitkan? Jadi lebih baik seperti ku kan?” Suara pilu menggema di ruangan tersebut.

Sunyi, sepertinya sudah sejak lama kelas ini tidak dipakai, karena tumpukan meja tersusun rapi disetiap sisi ruangan, hanya 2 meja yang berada ditengah kelas.

”Hei Vin.. Benarkah mereka menjauhi ku karena aku tidak pantas bersama mereka? Apakah karena aku anak yang sudah kehilangan keluargaku? Apakah benar yang mereka katakan kalau aku itu gila?”
“Benarkah mereka takut denganku? Malu dekat denganku? Benarkah duniaku berbeda dari mereka? Benarkah mereka yang menyuruhku untuk mati saja? Apa benar begitu Vin?” ucapnya pilu, tanpa disadari tangis membasahi kedua pipinya.

“Sepertinya hanya kau yang tidak pernah menyalahkanku.. Karena dari itu aku lebih memilih bersamamu daripada dengan mereka.” ucapnya sembari mengusap air matanya.

“Hanya padamu aku bisa bercerita secara terbuka, karena aku hanya akan dikatai gila lagi jika bercerita dengan orang lain, benarkah mereka manusia? Manusia yang setiap saat tapa sadar menyakiti perasaan seseorang hanya dengan perkataannya..”gumamnya.
Teru bangkit turun dari duduknya, berjalan kearah manekin didepannya.

”Lihat Vin, aku melukismu lagi loh..” ucapnya sembari menunjukkan kertas lukisnya.
Terlihat jelas sketsa seorang gadis seperti manekin didepannya.
Beberapa saat kemudia pintu ruangan tersebut tampak dibuka dari luar..
Dua orang murid wanita masuk kedalam ruang itu.

“Siapa kalian?” tanya Teru dengan suara tinggi.
“-Ada seorang murid pindahan yang ingin masuk kelas lukis juga... Ini permintaan langsung dari kepala sekolah.” ucap seorang yang terlihat lebih tuamenjelaskan.
“Kau Teru kan?” lanjut gadis itu bertanya.

“. . .” Tanpa menjawab Teru bersandar pada meja tempat manekin itu diletakkan.
“Dia anak kelas 2 namanya Teru Oktavian, walau sebenarnya kelas ini sudah dibubarkan 2 tahun yang lalu karena sebuah insiden, tapi dia tetap bersikeras sebagai anggota kelas lukis.. Jadi dia adalah satu-satunya anggota kelas lukis saat ini, apa kamu tetap mau bergabung?” tanya gadis itu mencoba meyakinkan gadis disebelahnya.

“Iya kak, aku sudah yakin ingin bergabung di kelas lukis..” jawab gadis satunya.
”Oke, kalau mau berubah pikiran silahkan ke ruang guru, dan.. Kalau dia macam-macam sama kamu, langsung lapor saja..” ucap si kakak kelas kemudian melangkah keluar dari ruangan. Matanya tampak tidak senang lama-lama melihat Teru.

Hanya tinggal mereka berdua didalam ruangan tersebut.
Teru masih tampak dingin dengan menyandarkan tubuhnya ke meja.
Sedangkan gadis itu juga terlihat bingung, apa yang harus dia lakukan.

“Umm.. Anu.. Salam kenal kak..” ucap gadis itu sedikit gugup.
“. . .” Seperti biasa, tidak ada respon sedikitpun dari Teru. Dia hanya memandangi gadis itu dari atas sampai bawah. “Untuk apa kamu bergabung?” tanya Teru.
Gadis itu tersenyum senang karena Teru akhirnya berbicara juga.

“Ha-hanya ada s-satu tujuanku bergabung dengan klub ini..”
“T-tujuanku adalah ingin me-membawamu keluar.. D-dari duniamu..” jawabnya gugup.
“Ha..?? Apa maksudmu..??” tanya Teru kepada gadis itu dengan suara sedikit meninggi.
Spontan gadis itu terkejut dan membuatnya hampir meneteskan air mata.
Setelah menutup mata dan menghela nafas, gadis itu kembali menjelaskan tentang bagaimana yang sebenarnya.

”Sebenarnya.. Aku setiap hari melihatmu berbicara sendiri dikelas ini..” ucapnya sembari mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.

# Beberapa Hari yang Lalu..

‘TAP..TAP..’ Didalam kesunyian, suara langkah pun terasa menggebu dalam telinga.
Terlihat seorang gadis menyusuri lorong dengan penuh penasaran di raut mukanya. Seraya meraba raba tembok disebelahnya untuk menuntunnya berjalan ke sutu tempat.

Diliriknya sebuah ruangan yang tampak tidak terpakai lagi.
“huft..” hembus nafasnya menderu dalam kesepian itu.
Melihat kedalam ruangan dari sebuah kaca di jendela yang kebetulan terbuka.
“Arrrrgggggghhhtttt... KENAPAA!! ORANG ORANG DIDUNIA INI SANGAT TIDAK ADIL DAN MEMUSUHIKU! PERSETAN DENGAN DUNIA ORANG.. BENAR KAN VIN..!!”

Teriaknya seorang pemuda yang berada didalam kelas tersebut.
Menarik keras kerah baju yang dikenakan sebuah manekin dihadapannya.
‘BRUAAAKKK’ Seraya penuh kesal dan mengumpat, pemuda itu membanting manekin kelantai dengan muka kesetanan.

# Hari berikutnya..
Lagi-lagi gadis itu mengintip kedalam ruangan tersebut.
Dan lagi lagi melihat sesuatu yang menyedihkan dari pemuda didalam ruangan tersebut.
“Kenapa dia terus melakukan hal yang menyedihkan..” gumam gadis itu.
Hari demi hari pun sama yang gadis itu lihat, sudah hampir 2 minggu dia mengamati kelas tersebut. Dan begitulah alasan yang membawanya hari ini datang untuk bergabung ke klub lukis.
“Ya.. Begitulah cerita sebenarnya..” ucap gadis itu dengan lirih. Tidak sanggup matanya menatap Teru yang berada dihadapannya.

Mendengar cerita gadis itu Teru lantas melangkah mendekatinya.
Setiap langkah demi langkah dia menggerutu tidak jelas.

“Kalau begitu..”
“..Coba katakan padaku..”
Ucap Teru kepada gadis didepannya. Tak terasa air matanya pun membasahi pipinya lagi.
”..Katakan padaku.. Kenapa dunia kalian memusuhiku! Katakan kenapa kalian membedakanku! Katakan padaku.!!!” Teru berteriak kepada gadis itu. Tan kuasa menahan sedihnya Teru pun bersimpuh terjatuh menahan tangisnya.

“Kami tidak memusuhi, membenci, atau bahkan membedakan mu dari kami.. Hanya saja mungkin kamu belum terbuka dengan kami.. Bagaimana kalau kali ini kita keluar dari dunia mu bersama-sama.” ucap gadis itu sembari tersenyum manis kepada Teru.
“Benarkah kau tidak menganggapku gila?” Kata Teru sembari mengadakkan kepalnya menatap gadis itu.

”Tentu saja tidak, sekarang berdirilah, mari kita keluar bersama-sama” jawab gadis itu.
Teru pun bangkit berdiri, mengusap air matanya dan melangkah kearah manekin yang tergeletak dilantai. Diambilnya manekin tersebut, ditaruhnya kembali keatas meja seperti semula. “Benar seperti yang kau bilang.. Suatu hari pasti akan datang orang yang bisa mengerti akan keadaanmu.. Dan membawamu kedunia yang luas..” bisik Teru kepada manekin tersebut.

“Ayo kak! Kita mulai menjelajahi dunia luar yang begitu indah dan luas..” ucap gadis itu dengan senyuman diwajahnya.

”Yaa... Aku akan keluar dani duniaku menuju dunia yang lebih luas..” ucap eru sembari melangkah keluar mengikuti gadis tersebut.

TAMAT